Let's Talk About Love

On Pinterest

Sebenarnya uda lama banget ini ada di draft dan ketimbun.. kalau diingat lagi waktu itu senyawa diri asing banget dengan varian rasa satu ini. Yahh meskipun juga terlalu dini dan tergesa - gesa untuk mendiplomasikan sebuah rasa yang baru aja berkecambah but at least I can relate to it now. So, Here we go...

Beberapa hari yang lalu bertepatan dengan hati milik sendiri yang lebur seorang teman mengisahkan petaka bingkai percintaannya. Tentang bagaimana ia dipaksa untuk membiarkan takdir menjajah tautan waktu dan rasa. Sempat terlintas juga kenapa sebuah rasa itu harus muncul pada induk yang kalau kata kebanyakan orang 'bukan jodohnya'. Dan saat itu bagian diriku yang lain menyahut "mungkin itu hadir untuk memaklumatkan pengajaran". Tentu aku tidak hanya memiliki satu bagian saja, suara-suara lainnya juga ikut bersahutan saling beradu dan bertumbuk. Mudah saja jika dalam sistem anak adam hanya dibubuhi akal, tanpa kontradiksi, tanpa aksi saling serang dalam diri, namun yang aku sadari akal memang tak selalu memanusiakan. Aku ingat dalam pertengahan kisah yang disampaikannya aku berujar "Aku tak memintamu untuk sabar". Aku tidak ingin mengguruinya dalam hal yang belum tentu bisa kita lakukan. Hari berikutnya aku sempat bertanya "apa yang membuat kata cinta itu jadi miliknya" "apa yang kamu suka darinya". Temanku lantas menjawab ada kata saling dalam "pengertian" dan "nyaman". Ahh jadi dia itu rumah. Dan kini dia yang adalah rumahnya terpaksa harus menjadi rumah orang lain. Begitulah semesta. Kasi semangat dong buat temenku ini.

Pernah juga aku terduduk keheranan untuk waktu yang lama. Itu tentang temanku lainnya.. seorang puan badass hatinya. Entah mengapa hingga detik inipun mulut masih menganga mendengar lantunan kisahnya yang tidak menuntut. Bahwa mencintai bukan tentang mendapat balasan yang sama, bahwa mengikhlaskan dan melihat dari kejauhan itu indah. Bahwa kecukupan itu tidak dijejali oleh hasrat ataupun kepemilikan. Dan di hari-hari berikutnya aku bertanya "apakah masih?" tebak apa yang tersumat dari mulutnya "masih dan utuh". Pada akhirnya dengan bergulirnya waktu aku mulai paham jika bahwasanya temanku hanya melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan. Dengan membiarkan tanaman penyuka air berada di tempat yang banyak air, dengan tidak memaksa tanaman itu berada di sisinya yang dirundung sinar matahari. 

Aku tidak tahu, apakah cinta itu harus begini yang benar begitu. Aku juga tidak tahu apakah kebodohan selalu menjadi pasangan cinta dengan pemujaan tunduk hikmat diatasnya. Beberapa berujar bahwa kesejatiannya bisa  terbukti saat kau  menguliti diri sendiri dan merasa bak mengelus kesenangan. Sebagaimana sebagian dari kita yang bertahan dalam suatu ikatan yang lebih banyak menghasilkan memar dan lecet. Saat sebagian lainnya bertahan dalam jerat rapat dalam "terbiasa" dan "tak ingin sendiri" daripada melepas. 








Comments

  1. Kalau cinta itu rumah, maka tuan harus mampu membedakan tamu yang singgah dan penghuni rumah yang menetap.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Beranjak Lupa

Tentang Ove