Eitss Mati-matian hidup or Hidup Mati-matian

 

Realize it or not kebanyakan dari kita menjalani hidup sebagaimana pattern yang ada. Kita lahir. Tumbuh. Belajar. Growing old. Being Mature. it's like the world has already formed our life. Setelah SMA Kuliah. Abis kuliah Kerja. Menikah. Setelah menikah punya anak dst. That same circle. then the questions rise up.. what makes one's life different from others? Mengapa seseorang bisa bahagia dengan tahu tempe mengapa yang lainnya baru bisa bahagia setelah memakan makanan prestigious?


Sering banget kepikiran why kebahagiaan kita ber- guarantee, why is it conditional? Kita ga bisa bahagia “ if we don’t have luxurious car, big house misalnya and other stuff”. Kita ga bisa bahagia kalau ga dapet gaji berapa digit. Dapet suami tajir, ganteng, sholeh of course. Too often kita menempatkan suatu standart yang actually ga perlu, yang akhirnya malah jadi boomerang buat diri sendiri (layaknya pisau bermata dua). Standard itu ngebikin kita.. memaksa kita..do all the things we actually don’t wanna do. Standard itulah yang membuat kebahagiaan kita ber-guarantee. Harus S2. Harus prestigious college. Harus mapan. Harus ini lah. Harus itulah.. especially our society yang..... sometimes too glorifying status, kedudukan, nama and others suck stuff. well. entah karena keegoisan mimpi atau kita yang terlalu dungu untuk mau jadi budaknya. 


That standard eventually suffocating us. We never enjoy the moments because of that. We hard to be grateful because of that. Those standards at the end malah ngebikin kita lupa buat bahagia dan menikmati. termasuk si author sendiri yang kadang suka banget torturing diri sendiri dan nyekik diri sendiri hanya untuk standard - standard tertentu. Now lemme give y'all question “do you really know why you do something that you do today?” nah... that's it Seberapa sering si kita nanyain pertanyaan pertanyaan semacam itu ke diri sendiri... what’s the purpose of these. What’s the purpose of those things. Why are we here now. seberapa sering? 


Kebiasaan yang paling menjamur dan mendarah daging di Indonesia even in the whole world is “We always labeling each other life”. We only see the good side of someone’s else life. Padahal we all know belum tentu owner atau let's say CEO apakah selalu lebih bahagia dari karyawannya? well. it maybe sounds 'weird' but u know kita hanya n always sawang sinawang. uda terlalu sering kita ngrasa diri ini paling sengsara paling susah hidupnya padahal? ternyata yang tidur dengan hartanya lebih miserable lagi karna bahkan di titik tertinggi pun ia ga bisa bahagia.. bayangin betapa putus asanya mereka mengejar kebahagiaan uda kerja keras ngumpulin uang uda jadi yang ter ter ter yang nomer satu tapi kebahagian yang dijemput ga pernah dateng. (maybe itu jadi salah satu alasan suicide yang sering dilakuin artis korea) 


People. Society. Only ngeliat tiap achievement from the “wah” side nya without even knowing what’s really inside what's really going on. what they've gone through to achieve those. How long they sacrifice someone or something in their life to achieve and maintain it. How long they suffering in a race. Always on a race. Then apakah semua itu worth dengan bayangan dan janji janji kebahagiaan yang notabene kita bayangkan selama ini. Nah that’s the point. Is it worth enough? “Lee Yoon – Hyung” pewaris Samsung sekaligus pemilik saham sejumlah 100 juta pada Samsung memutuskan bunuh diri di usia nya yang ke 26 tahun. Mengapa? “Adolf Merckle” orang terkaya di Jerman justru menabrakkan di perlintasan kereta api. Presiden Brazil “G Vargas” menembakkan pistol tepat kearah jantungnya sendiri. “Sulli” Artis korea yang masyur mengakhiri hidup tragisnya dengan bunuh diri.


Begitu banyak kejadian kejadian seperti ini terulang. Cukup menjadi bukti bahwa bener bener yaa everything isn’t like what it seems. Dan bahagia itu tidak bersyaratkan kekayaan, kekuasaan, ketenaran, kecantikan dan materi materi dunia lainnya even itu menjadi salah satu sumber kebahagian kita pasti. Tentang bagaimana kita menjalani hidup kita. Tentang bagimana kita take the matter choices. Tentang hati. Seberapa kita memberi manfaat dan menjadikan hidup yang singkat ini berguna. Personally, itulah saat dimana gua merasa hidup. and I won’t stop to “ menghidupi hidup” gueee. I dont want to quit. not that fast. we are survivors. huhahh.



Comments

  1. it is so true.. idk why people always have their own standardisasi.. being happy and having happy life is simple.. yg bikin susah kita sendiri.. including me wkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Author juga masi belajar Dan butuh belajar lebih banyak 👐

      Delete
  2. Mereka emg kaya, mereka emg sukses, tapi satu yg ga mereka punya. Iman yg kuat. Dg iman yg kuat, i guess mereka masi bisa bertahan sama cobaan kek apapun. Keep positive thinking!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Agree. Makanya iman lebih berharga daripada apapun. Karna Kita uda dikasi Iman sama Allah SWT berarti Kita uda dikasi lebih dari apapun semoga tambah banyak bersyukur.. apparently Kita lebih kaya dari yg kaya

      Delete
  3. Idk but, a blog is good for sharing. I also do that. I wrote what i like to... Lol, englishku parah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. No ur not... Uda lama ga discuss some random topics in English ya

      Delete
  4. Damn, Nat. You just opened many people's eyes whom always glorify title, statuses, name, etc. This society sucks, I agree. But it's hard to control this society, to control other people. The only thing we can do is to control ourself, of how we reacts. We can choose whether we live while fulfilling what others want for us but we get so many pressure and living a miserable life OR we choose to live this life by our own choice and happy doing it even though people will look down on us. But in the end, that doesn't matter right? The one who's living our life is ourself, not other. This is all in our hand, each of us has different responsibilty. So... Just do you! At the end of the day, this is your life anyway:)) you are the writer of your book called life. And don't forget to always keep Allah closer ��

    By the way, you can check my blog too if you want. I discuss some philosophic thought as well www.vidapersonaldiary.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. U always kind.. I'm? Ur fans n u know it.. I adore u and ur blog... Totally awesome

      Delete
    2. Let's collab... Discussing about mental illness 😂

      Delete
  5. Sebenarnya orang-orang ingin keluar dari lingkaran tersebut, tapi kebanyakan mereka dengan terpaksa mengikuti standar yang ada dan tidak berani untuk tampil beda. Padahal jika mereka mengambil satu resiko mereka akan menemukan cerita yang berbeda dan lebih berwarna. Daripada mengikuti arus lebih baik menjadi ikan yang berenang melawan arus, atau lebih keren jika kita menjadi sungai yang mampu mengarahkan arus tersebut...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pemikiran hebat dari orang hebat thanks a lot

      Delete
    2. Saya disini cuma rakyat biasa kok, gak lebih...
      Rakyat biasa yang berambisi membawa dampak positif yang luar biasa padahal dia tau dia lemah, kecil, dan tidak bisa apa-apa dan sering ditertawakan karena impiannya yang terlihat bodoh dan hampir mustahil...

      Delete
  6. Intine tambah sukses blog e aku ra njowo english wkwk
    Terus berkarya dengan tulisan"mu slur
    Don't panic let's party wkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maapkeun author suka tk pengertian.. next time will be less... So do u!!

      Delete
  7. As a human, we are complicated, manusia itu adalah jangkar metafisik yang rumit. Bahkan dipikiran saya, manusia itu lebih sering menusuk diri sendiri. Maksud saya manusia ingin membuat perubahan dan berbeda dr yg lain, tapi dia sendiri tidak mengerjakan apa yang dia inginkan ke orang lain. Itu yg menyebabkan manusia susah "menjadi berbeda" dari yang biasanya. CMIIW

    ReplyDelete
    Replies
    1. Whoaa "jangkar metafisik" such a cool word! Im going to use it anyway... I always love ur precpective lan.. keep slaying and commenting me dude..

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Let's Talk About Love

Beranjak Lupa

Tentang Ove